Pemerintah terus mengupayakan agar pembangunan infrastruktur untuk proyek jaringan gas rumah tangga (jargas) dapat lebih masif. Sehingga dapat menjangkau ke pelosok negeri.
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan proyek jargas diharapkan dapat menyediakan alternatif energi yang lebih ekonomis serta mengurangi beban subsidi LPG yang selama ini membebani keuangan negara.
“Hari ini pemerintah sangat menginginkan supaya infrastruktur gas kita ini khususnya di Jawa, ini sudah bisa sampai ke pelosok-pelosok,” kata dia usai acara Indonesia Seamless Tube Summit: The Launching First Seamless Pipe Plant In Southeast Asia, Rabu (6/11/2024).
Ia pun berharap dengan adanya industri pipa baja seamless dalam negeri dapat mempercepat pengembangan proyek jargas. Sehingga pemanfaatan sumber energi di dalam negeri dapat lebih optimal.
Faisol membeberkan bahwa hingga sampai saat ini kebutuhan pipa baja seamless untuk proyek jargas masih cukup besar. Oleh sebab itu, ia berharap ke depan akan tumbuh lebih banyak perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan infrastruktur ini.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa di tengah peralihan menuju penggunaan energi bersih, gas bumi diproyeksikan tetap menjadi komoditas penting yang akan diburu oleh berbagai negara.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas, Laode Sulaeman, berdasarkan laporan proyeksi bauran energi global yang diterbitkan oleh International Energy Agency (IEA).
“Saya ingin memberikan satu informasi dulu dari Global Energy Mix yang diterbitkan oleh IEA, International Energy Agency. Jadi, bauran energi yang diterbitkan proyeksinya sampai ke tahun 2050, kan ada bauran energi itu ada skenario-skenarionya,” kata Laode dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Jumat (4/10/2024).
Berdasarkan laporan itu, di tahun 2022, komposisi energi global masih didominasi oleh batu bara sebesar 27%, minyak 30%, gas alam 23%, dan energi terbarukan hanya 12%.
Namun pada 2030, batu bara diperkirakan turun drastis menjadi 16%, minyak turun menjadi 26%, dan energi terbarukan meningkat tajam menjadi 29%. Yang menarik, gas hanya turun 2%, dari 23% menjadi 21%,” tambahnya.
“Itu artinya apa? Artinya sebenarnya secara global pun negara-negara dunia itu masih mengandalkan gas ini untuk menopang era transisi. Nah, kita sebagai pemerintah yang menata regulasi tentunya perlu menyiapkan ini agar bisa comply dengan kata kunci percepatan tadi,” kata dia.
Untuk memastikan Indonesia siap menghadapi tren global ini, Kementerian ESDM tengah meninjau ulang beberapa regulasi terkait gas. Salah satunya adalah revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2019.
“Artinya apa? Dengan regulasi yang dinamis ini, revisi ini nanti diharapkan jadi untuk juga bisa mempercepat pertumbuhan infrastruktur dari gas ini sendiri,” ujarnya.