Pacu Daya Beli Rakyat, Jepang Kirim ‘Helikopter Duit’ Tebar Rp2.226 T

Warga berbelanja di luar toko di pusat kota Tokyo, Inflasi Jepang mencapai level tertinggi empat dekade bulan lalu, (AFP via Getty Images/RICHARD A. BROOKS)

Pemerintah Jepang, di bawah Perdana Menteri Shigeru Ishiba, pada Jumat (22/11/2024) dijadwalkan menyetujui paket stimulus senilai US$140 miliar atau sekitar Rp2.226 triliun untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung pemulihan ekonomi.

Langkah ini menyusul hasil pemilu 27 Oktober lalu, di mana koalisi Ishiba kehilangan mayoritas di majelis rendah setelah performa terburuk Partai Demokrat Liberal (LDP) dalam 15 tahun akibat isu korupsi dan inflasi.

Yoshimasa Hayashi, juru bicara pemerintah, menjelaskan bahwa paket ini akan menghasilkan dampak ekonomi senilai 39 triliun yen atau sekitar Rp3.978 triliun dengan tambahan belanja anggaran sebesar 13,9 triliun yen atau sekitar Rp1.417 triliun.

“Kami berupaya keluar dari ekonomi berbiaya rendah menuju penciptaan nilai tambah yang tinggi,” ujar Hayashi, dilansir AFP.

Paket ini mencakup subsidi energi, bantuan tunai hingga 30.000 yen (Rp4,4 juta) untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, serta peningkatan investasi di sektor teknologi seperti semikonduktor dan kecerdasan buatan. Pemerintah juga berencana membeli saham senilai 200 miliar yen di proyek chip generasi berikutnya, Rapidus.

Selain itu, Ishiba menjanjikan investasi 10 triliun yen hingga 2030 untuk memulihkan keunggulan teknologi Jepang yang sempat mendominasi dunia pada 1980-an.

Pemerintah akan mengajukan anggaran tambahan untuk membiayai paket ini, termasuk mengadopsi penghapusan ambang batas pajak penghasilan yang diusulkan Partai Demokrat untuk Rakyat (DPP). Langkah ini bertujuan mendorong pekerja paruh waktu untuk meningkatkan jam kerja dan pendapatan.

Namun, para kritikus khawatir kebijakan tersebut dapat mengurangi pendapatan pajak hingga triliunan yen, memperbesar utang Jepang yang sudah mencapai 200% dari PDB.

Ekonom Yoshimasa Maruyama dari SMBC Nikko Securities menekankan perlunya sumber pendapatan tetap untuk menutupi pengurangan pajak ini.

Selain itu, inflasi dan kenaikan harga pangan semakin menekan rakyat Jepang. Data pemerintah menunjukkan inflasi pada September sebesar 2,3%, namun harga beras melonjak hampir 60% akibat cuaca ekstrem, kekurangan air, dan kepanikan pasca-peringatan “mega gempa” Agustus lalu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*