Minuman Kemasan Berpemanis Bakal Kena Cukai, Pengusaha Buka Suara

Pengunjung memilih produk minuman berpemanis di Transmart Kota Kasablanka, Jakarta, Senin (30/10/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Pengunjung memilih produk minuman berpemanis di Transmart Kota Kasablanka, Jakarta, Senin (30/10/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 terkait Pelaksanaan Undang-Undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan). Lewat aturan ini, pemerintah berencana memungut cukai dan pelarangan iklan, promosi, serta sponsor kegiatan pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu, untuk produk-produk pangan olahan yang melebihi batas gula, garam, lemak tersebut.

Rencana cukai ini juga tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan penerapan cukai dilakukan untuk mengendalikan konsumsi gula masyarakat. Menurut dia, hal tersebut penting mengingat dampak konsumsi gula pada kesehatan.

Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menilai bahwa pemungutan cukai dan pelarangan iklan dan promosi ini akan mengurangi ruang gerak pelaku usaha pangan olahan dalam menjalankan usaha dan menjangkau konsumen sebagai target market dari produk-produknya.

“Di tengah perlambatan pertumbuhan industri makanan minuman saat ini, industri makanan minuman akan makin sulit berkembang, kehilangan daya saing, serta berisiko untuk tutup beroperasi dan mengurangi lapangan pekerjaan,” tulis Ketua Umum GAPMMI Adhi Lukman dalam keterangannya kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/8/2024).

Pasalnya industri makanan minuman merupakan salah satu sektor strategis penopang ekonomi nasional dan penyumbang pendapatan domestik bruto (PDB) industri nonmigas sebesar 39,10 persen dan 6,55 persen terhadap PDB nasional pada tahun 2023 menurut data Kementerian Perindustrian.

“GAPMMI meminta pemerintah meninjau ulang secara menyeluruh terhadap PP No 28/2024 dan peraturan pelaksanaan PP No 28/2024 ini dalam proses penerbitannya dilakukan secara komprehensif, dengan mengedepankan kajian risiko dan melibatkan stakeholder terkait, utamanya industri makanan minuman pangan olahan selaku pelaku utama serta pembina industri,” katanya.

Sorotan pelaku usaha lainnya ialah pada tujuan dari aturan ini, yakni risiko Penyakit Tidak Menular disebabkan oleh banyak faktor yang meliputi gaya hidup, kurangnya aktivitas fisik, kurangnya asupan cairan ke dalam tubuh, pengelolaan stres serta pola konsumsi makanan dan minuman sehari-hari yang tidak seimbang.

“Menentukan batas maksimal gula, garam, lemak dalam produk pangan olahan saja, tentu tidak akan efektif menurunkan angka penyakit tidak menular, dikarenakan konsumsi gula, garam, lemak masyarakat, hanya sebagian kecil yang dikontribusikan oleh produk pangan olahan,” ujar Adhi Lukman.

Pelarangan penggunaan gula, garam dan lemak dalam produksi pangan sangat tidak dimungkinkan, karena mengingat setiap produk memiliki karakteristik tertentu yang sangat bervariasi. Gula, garam dan lemak memiliki fungsi teknologi dan formulasi pangan. Hampir tidak ada produk pangan yg tidak memiliki kandungan gula, garam dan lemak kecuali air mineral.

“Mengutamakan edukasi kepada konsumen mengenai pentingnya konsumsi makanan dan minuman yang seimbang sesuai dengan kebutuhan setiap individu, istirahat dan aktivitas fisik yang cukup. Dengan demikian konsumen dapat memilih produk pangan yang dikonsumsi berdasarkan kandungan gula, garam, dan lemak sesuai dengan kebutuhannya”, ujar Adhi Lukman.

kera4d

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*