Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan peningkatan kapasitas listrik nasional sebesar lebih dari 100 gigawatt (GW) dalam 15 tahun ke depan. Hal itu seiring komitmen Indonesia untuk menuju ke transisi energi hijau.
Ketua Delegasi Indonesia untuk COP 29 Hashim Djojohadikusumo mengatakan untuk mendukung target ambisius ini, pemerintah membuka pintu bagi keterlibatan negara-negara besar dalam pembiayaan proyek energi terbarukan.
Menurut Hashim, pemerintah telah mengundang negara-negara maju dari Eropa, Amerika Serikat, China, Jepang, dan Korea Selatan untuk terlibat dalam proyek ini. Ia pun optimistis pendanaan tidak akan menjadi hambatan besar.
“Banyak pihak yang ingin partisipasi. Saya kira pendanaan tidak akan jadi masalah,” kata dia saat diwawancarai CNBC Indonesia di sela rangkaian acara COP29 di Baku, Azerbaijan, dikutip Selasa (19/11/2024)
Selain itu, dalam pertemuannya dengan utusan khusus Presiden Joe Biden, Hashim menyampaikan AS juga tetap berkomitmen mendukung program Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk Indonesia. Program ini diproyeksikan akan memberikan kontribusi signifikan bagi pembiayaan transisi energi bersih di Tanah Air.
“Dan ini cukup besar. Jadi saya kira kami optimis untuk melaksanakan program dengan pembiayaan yang memadai dan cukup,” kata dia.
Proyek-proyek energi hijau ini, lanjut Hashim, akan banyak dilakukan melalui skema business–to–business (B2B). Artinya, pembiayaan akan melibatkan mitra atau investor swasta yang beroperasi sebagai perusahaan, bukan mewakili negara.
“Nanti mereka sebagai perusahaan bukan sebagai negara yang ikut. Dan akan mencari keuntungan, mereka investasi untuk mencari keuntungannya. Jadi saya kira nanti kita lihat tadi di situ, nanti akan ada lelang dan lain-lain yang bisa kita menampung, ada dana untuk melaksanakan secara B2B, business-to-business, PLN dengan beberapa perusahaan swasta,” ujarnya.
Adapun, untuk merealisasikan target tersebut, Indonesia diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar US$ 235 miliar atau Rp 3.717 triliun (kurs Rp 15.821/US$) yang sebagian besar akan dialokasikan untuk mendukung transisi menuju energi bersih.