Perumahan di Jepang tengah menghadapi kelebihan pasokan, akibat banyaknya rumah kosong. Menyebabkan harga rumah di negara itu kini tengah murah, hingga menjadi bidikan investor asing.
Rumah kosong di Jepang atau yang disebut dengan akiya pada 2023 jumlahnya mencapai 9 juta unit, berdasarkan catatan pemerintahannya. Harganya rata-rata berada pada kisaran di bawah US$ 10.000 atau setara dengan Rp 156,54 juta.
Peningkatan jumlah rumah terbengkalai di Jepang sebagian besar disebabkan oleh krisis populasi, karena tingkat kesuburannya merosot ke rekor terendah 1,2 kelahiran per wanita pada tahun 2023.
Sementara itu, tingkat kematian telah melampaui tingkat kelahiran di Jepang, karena populasi lansianya terus meningkat. Jepang memang menjadi negara yang masuk ke dalam kategori aging population.
“Masalah akiya telah dibangun selama beberapa dekade, berakar pada ledakan ekonomi Jepang pasca perang, yang menyebabkan lonjakan pembangunan perumahan,” kata Kepala penelitian dan konsultasi di Savills Jepang Tetsuya Kaneko kepada CNBC Make It, dikutip Minggu (10/11/2024).
“Masalah ini menjadi lebih jelas pada tahun 1990-an dengan perlambatan ekonomi Jepang, dan telah memburuk dengan perubahan demografis yang sedang berlangsung,” ucap Kaneko.
Migrasi ke wilayah perkotaan adalah faktor besar lainnya yang berkontribusi terhadap rumah-rumah terbengkalai di Jepang. Kaneko mengatakan, ketika generasi muda pindah ke kota untuk bekerja, daerah pedesaan ditinggalkan dengan populasi yang menua yang kemudian meninggal dan tidak dapat merawat rumah mereka.
Kaneko mengungkapkan, akiya di Jepang sering mendapatkan stigma buruk dan bahkan dipandang sebagai beban, seperti biaya renovasi yang tinggi di negara itu. Oleh sebab itu, rumah-rumah yang diwarisi orang tua ke anaknya kerap di Jepang langsung dijual atau tidak akan ditempati.
Khususnya, rumah yang berusia lebih dari 30 tahun “biasanya dianggap tua,” kata Kaneko, dan beberapa orang bahkan mengasosiasikan rumah-rumah ini dengan takhayul, “percaya bahwa mereka mungkin berhantu atau membawa nasib buruk.”
Pada akhirnya, “banyak orang Jepang melihat akiya sebagai barang yang terdepresiasi yang lebih merepotkan daripada nilainya,” kata Michael, pendiri blog real estat Jepang Cheap Houses Japan, kepada CNBC Make It.
“Properti termurah seperti itu karena suatu alasan,” katanya, apakah itu karena lokasinya tidak diinginkan, atau biaya renovasi diperkirakan melebihi nilai properti.
Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan munculnya warga negara asing untuk membeli properti di Jepang. Menurut Kaneko, peningkatan minat asing untuk properti di Jepang ini sebagian didorong oleh pandemi, tren kerja jarak jauh, dan pergeseran preferensi gaya hidup.
Contohnya ialah pria bernama Anton Wormann asal Swedia. Pria berusia 32 tahun ini telah berkeliling dunia selama usia 20-an bekerja sebagai model sebelum pindah ke negara Asia pada 2018.
Ketika dia menemukan bahwa Jepang menjual rumah dengan harga murah, dia memutuskan untuk membelinya untuk dirinya sendiri. Enam tahun kemudian, Wormann memiliki tujuh akiya, dan bekerja sebagai pembuat konten penuh waktu dan investor real estat di Jepang.
Dia telah menyelesaikan renovasi di tiga propertinya, dan saat ini sedang menyelesaikan empat renovasi lainnya. Saat ini, sebuah properti yang menelan biaya total sekitar $110.000 untuk dibeli dan direnovasi, menghasilkan $11.000 dalam pendapatan sewa jangka pendek per bulan.
Saat ini, propertinya berhasil menghasilkan pendapatan enam digit per tahun, tetapi ini kata Wormann tidak akan terjadi jika dia tidak meluangkan waktu dan upaya untuk berkenalan dengan budaya Jepang, bahasa, dan orang-orang Jepang.
“Anda perlu menciptakan komunitas yang baik dan jejaring sosial yang baik di Jepang untuk membuatnya sukses,” kata Wormann. “Anda tidak bisa datang tanpa memahami budaya, tanpa memahami cara kerja Jepang, dan hanya membuang uang untuk itu.”
“Jika Anda mencoba untuk berbaur dan melakukannya dengan cara yang benar, saya pikir pasti ada banyak peluang, tetapi lebih dari itu, saya pikir ada peluang untuk membeli real estat murah untuk benar-benar dimanfaatkan [secara pribadi],” kata Wormann.
Kaneko sendiri menganggap akiya bisa menjadi investasi yang baik untuk kelompok tertentu, terutama penghobi, renovator DIY atau mereka yang mencari retret pedesaan yang tenang.
Namun, akiya kata Kaneko tidak ideal untuk investor institusional atau mereka yang mencari pengembalian cepat atau besar, karena biaya renovasi yang tinggi dan potensi penjualan kembali yang terbatas di beberapa daerah.
“Proses pembelian rumah bisa rumit dengan hambatan bahasa dan kebutuhan untuk menavigasi otoritas lokal,” ucap Kaneko.